Abbas Qasim Ibnu Firnas
Bicara
soal dunia penerbangan, tak pernah lepas dari tokoh-tokoh semacam Sir
George Cayley, Otto Lilienthal, Santos-Dumont dan Wright Bersaudara.
Merekalah yang dikenal berjasa merintis dunia penerbangan hingga
menjelma menjadi industri modern seperti sekarang ini. Tapi apakah anda
tahu bahwa peletak dasar konsep pesawat terbang pertama adalah seorang
ilmuwan Muslim dari Spanyol, Abbas Ibnu Firnas. Dialah orang pertama
dalam sejarah yang melakukan pendekatan sains dalam mempelajari proses
terbang. Ibnu Firnas pun layak disebut sebagai manusia pertama yang
terbang, ribuan tahun sebelum Wright Bersaudara berhasil melakukannya.
Abbas Ibnu Firnas
Abbas Qasim Ibnu Firnas (di Barat dikenal dengan nama Armen Firman)
dilahirkan pada tahun 810 Masehi di Izn-Rand Onda, Al-Andalus (kini
Ronda, Spanyol). Dia dikenal ahli dalam berbagai disiplin ilmu, selain
seorang ahli kimia, ia juga seorang humanis, penemu, musisi, ahli ilmu
alam, penulis puisi, dan seorang penggiat teknologi. Pria keturunan
Maroko ini hidup pada saat pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia
(Spanyol).
Pada tahun 852, di bawah pemerintahan Khalifah Abdul
Rahman II, Ibnu Firnas memutuskan untuk melakukan ujicoba ‘terbang’
dari menara Masjid Mezquita di Cordoba dengan menggunakan semacam sayap
dari jubah yang disangga kayu. Sayap buatan itu ternyata membuatnya
melayang sebentar di udara dan memperlambat jatuhnya, ia pun berhasil
mendarat walau dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas
inilah yang kemudian dikenal sebagai parasut pertama di dunia.
Keberhasilannya itu tak lantas membuatnya berpuas diri. Dia kembali
melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan konsep serta teori
yang ia adopsi dari gejala-gejala alam yang kerap diperhatikannya.
Pada tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Ibnu Firnas merancang
dan membuat sebuah mesin terbang yang mampu membawa manusia. Setelah
versi finalnya berhasil dibuat, ia sengaja mengundang orang-orang
Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan bersejarahnya di Jabal
Al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Cordoba.
Penerbangan yang disaksikan secara luas oleh masyarakat itu terbilang
sangat sukses. Sayangnya, karena cara meluncur yang kurang baik, Ibnu
Firnas terhempas ke tanah bersama pesawat layang buatannya. Dia pun
mengalami cedera punggung yang sangat parah. Cederanya inilah yang
membuat Ibnu Firnas tak berdaya untuk melakukan ujicoba berikutnya.
Kecelakaan itu terjadi karena Ibnu Firnas lalai memperhatikan bagaimana
burung menggunakan ekor mereka untuk mendarat. Dia pun lupa untuk
menambahkan ekor pada model pesawat layang buatannya. Kelalaiannya
inilah yang mengakibatkan dia gagal mendaratkan pesawat ciptaannya
dengan sempurna.
Cedera punggung yang tak kunjung sembuh
mengantarkan Ibnu Firnas pada proyek-proyek penelitian di laboratorium.
Seperti biasanya, ia meneliti gejala-gejala alam di antaranya
mempelajari mekanisme terjadinya halilintar dan kilat, menentukan
tabel-tabel astronomis, dan merancang jam air yang disebut Al-Maqata.
Ibnu Firnas pun berhasil mengembangkan formula untuk membuat gelas dari
pasir. Juga mengembangkan peraga rantai cincin yang digunakan untuk
memperlihatkan pergerakan planet-planet dan bintang-bintang.
Patrons karya Abbas ibn Firnas. Sebuah puncak Science yang menelusuri
angkasa luar yang menandai kegemilangan zaman al-Andalus. Dari
dasar-dasar grafitasi ini ibn Firnas sudah menentukan dasar-dasar bagi
pembuatan pesawat angkasa, 600 th sebelum Leonardo da Vinci berimaginasi
dengan planetariumnya.
Yang tak kalah menariknya, Firnas
berhasil mengembangkan proses pemotongan batu kristal, yang pada saat
itu hanya orang-orang Mesir yang mampu melakukannya. Berkat penemuannya
ini, Spanyol saat itu tidak perlu lagi mengekspor quartz ke Mesir, tapi
bisa diselesaikan sendiri di dalam negeri.
Salah satu penemuannya
yang terbilang amat penting adalah pembuatan kaca silika serta kaca
murni tak berwarna. Ibnu Firnas juga dikenal sebagai ilmuwan pertama
yang memproduksi kaca dari pasir dan batu-batuan. Kejernihan kaca atau
gelas yang diciptakannya itu mengundang decak kagum penyair Arab,
Al-Buhturi (820 M – 897 M).
Abbas Ibnu Firnas wafat pada tahun
888, dalam keadaan berjuang menyembuhkan cedera punggung yang diderita
akibat kegagalan melakukan ujicoba pesawat layang buatannya.
Walaupun percobaan terbang menggunakan sepasang sayap dari bulu dan
rangka kayu tidak berhasil dengan sempurna, namun gagasan inovatif Ibnu
Firnas kemudian dipelajari Roger Bacon 500 tahun setelah Firnas
meletakkan teori-teori dasar pesawat terbangnya. Kemudian sekitar 200
tahun setelah Bacon (700 tahun pascaujicoba Ibnu Firnas), barulah konsep
dan teori pesawat terbang dikembangkan.
Tidak banyak orang
yang mengetahui bahwa gegap gempitanya industri pesawat terbang modern
seperti saat ini, tidak lepas dari perjuangan seorang Ibnu Firnas yang
rela babak belur untuk sekadar melayang sebentar layaknya burung
terbang.
Sosok Abbas Ibnu Firnas, kini hanya bisa kita temui
tercetak di atas sebuah prangko buatan Libia, menjelma pada sosok patung
dan nama lapangan terbang di Baghdad, dan abadi di salah satu kawah
permukaan Bulan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar